Feeds:
Posts
Comments

Sebelum browsing di internet saya tidak tahu dengan apa yang namanya sisingaan, saya menemukan ini ketika berjalan-jalan di Pulau Pramuka (Kepualauan Seribu). Sambil mengisi waktu luang kami berjalan-jalan mengitari Pulau Pramuka, rencana awal kami adalah snorkling, tapi keadaan alam berkehendak lain karena cuaca sedang kurang mendukung. Hujan cukup deras sehingga kondisi ombak sangat riskan untuk diajak bermain, dan visibility di dalam air sangat pun berkurang karena mendung. Tidak baik rasanya jika dipaksakan bermain di air.

Ketika berjalan mengelilingi pulau, kami tiba-tiba mendengar suara yang cukup ramai. Ada suara seorang ibu bernyanyi, suara alunan perkusi dan alat musik yang mendukung terciptanya seuntai lagu khas tradisional daerah disana. Suaranya seperti ordo (orkes dorong). Semua dikeluarkan melalui satu pengeras suara. Terdengarnya agak sedikit kacau, namun kami asyik dan menikmati. Kami mendekati keramaian itu dan ternyata terdapat arak-arakan warga, yang mengiringi 3 orang anak naik diatas kuda-kudaan yang diangkat oleh beberapa orang dewasa. Di belakangnya mengikuti rombongan warga yang ikut meramaikan suasana, dari anak-anak sampai orang dewasa.

Terbersit di pikiran pertanyaan, “acara apakah ini?” Mirip dengan khitanan, tetapi mengapa yang di atas kuda-kudaan ada seorang anak perempuan? Ternyata anak perempuan yang berada di atas kuda-kudaan hanya memeriahkan suasana yang kental dengan nuansa tradisional. Satu indikasi yang bisa memperlihatkan bahwa ini acara khitanan adalah raut wajah pengantinnya. Di saat semua bergembira, tertawa, tetapi anak laki-laki yang sedang dikhitan hanya memperlihatkan wajah masamnya karena ia sudah tahu bahwa nantinya suasana bisa berubah secara drastis dan menakutkan. Ia mungkin sedang membayangkan kesakitan yang akan terjadi padanya.

Tradisi seperti ini sudah jarang kita temui, terutama di kota-kota besar. Dari pulau kecil ini, kita bisa melihat bahwa masyarakat masih sangat akrab, akrab dengan lingkungan serta adat istiadatnya. Terlihat juga teman-teman sebaya mereka yang ikut meramaikan suasana dan ikut mengiringi. Lain halnya dengan di kota-kota besar, di mana kebanyakan anak-anaknya sudah sibuk dengan permainan modern di papan digital mereka dan sibuk berganti status di media sosial.

Ritual tadi disebut dengan sisingaan atau gotong singa, yang termasuk jenis kesenian tradisional yang dilakukan dalam bentuk arak-arakan untuk mengiringi pengantin khitanan.

Aku Berangkat, Bu

 

Aku berangkat Ibu

Untuk masa depanku
Ke Sekolah dengan titian tipis
Di bawah Kali berarus liar

Ke Sekolah aku bu,…
Menantang Masa Depan, Mempertaruhkan nyawaku
Agar kelak di masa tua
Ibu tak susah lagi menanak beras
Di pagi hari

Berangkat sekolah aku bu….

(source: http://www.facebook.com/photo.php?fbid=10151149675792444&set=a.53765742443.67897.601337443&type=1&ref=nf)

Mengejar Impian

 

Jam Tangan

Setiap kali saya berangkat kuliah, saya pasti melaluinya. Ia selalu sudah siaga setiap pagi. Kadang, jika saya berangkat lebih pagi, saya kerapkali mendapatinya sedang mendorong gerobak kecil dengan lemari kecil yang masih dibungkus oleh kain terpal di atasnya. Ia sudah cukup tua dengan kulit coklat karena terbakar sinar matahari. Ia selalu memakai topi dan menggunakan kemeja yang warnanya sudah pudar. Ia adalah seorang tukang reparasi jam tangan.

Pernah suatu kali rantai jam tangan saya putus. Saat itu, saya membawa jam tangan saya padanya untuk diperbaiki. Tidak lama setelah ia mengganti komponen rantai jam tangan saya yang hilang dengan komponen dari jam tangan lain yang ia punya di lemarinya, saya pun bertanya, “Berapa, Pak?” “Tiga ribu aja,” ia menjawab. Continue Reading »

Keluarga besar Wijawiyata Manajemen angakatan ke-67 (WM 67) kini kebagian untuk menyalurkan amal dan kegiatan mulianya dalam suatu kegiatan besar PPM Manajemen untuk program WM, Community Awareness namanya. Kegiatan ini memang sudah turun menurun dilakukan oleh angakatn WM di PPM Manajemen. Intinya adalah dimana kegiatan ini terfokus pada kegiatan sosial, kepedulian akan lingkungan dan masyarakat sekitar, mengembangkan potensi serta membantu antar sesama umat.

Tema yang diangkat sebagai tema besar acara Community Awareness ini juga bisa bermacam-macam. Pada CA (Community Awareness) yang dilakukan oleh angkatan diatas kami mengangkat tema pendidikan dengan nyalurkan buku serta memperbaiki sarana dan prasarana di sebuah sekolah.

Bagaimana dengan tema yang diusung oleh keluarga besar WM 67? Tema dan kegiatan apa yang dapat bermanfaat untuk orang-orang yang benar-benar membutuhkan sekaligus dapat mendukung penuh acara kami sehingga hubungan simbiosis mutualisme dapat tercipta?

Continue Reading »

SD dan SMP satu atap di desa Sabaung dan Tumbung Malawan, Kecamatan Marikit, Katingan, Kalimantan Tengah. Perjuangan kita untuk dapat melihat sekolah ini, kita perlu waktu yang cukup panjang setidaknya 3 jam perjalanan darat di atas aspal, 4 jam perjalanan darat beralaskan tanah merah dari Palangkaraya, dan 1 jam perjalanan di atas air dengan perahu melawan arus ke hulu Sungai Hiran sehinga Total waktu yang ditempuh adalah 8 jam perjalanan dan tidak ada lagi pemukiman setelah itu. Desa tetangga terdekat berjarak 1 jam dengan menggunakan perahu ke hilir.

Sekolah setelah direnovasi. Dahulu hanya ada satu bangunan yang menampung siswa Sekolah Dasar.

Di sekolah satu atap ini, anak-anak suku Dayak Ngaju bersekolah dengan segala keterbatasan. Disebut keterbatasan karena bukan hanya fasilitasnya yang terbatas, tetapi juga lulusan dan bahkan harapan anak-anaknya pun terbatas. Continue Reading »